Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BLANGPIDIE
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Bpd Muhammad Syaifuddin Abdullah Bin H. Timang Soewardoyo Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 05 Jul. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Bpd
Tanggal Surat Senin, 04 Jul. 2022
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2022/PN Bpd
Pemohon
NoNama
1Muhammad Syaifuddin Abdullah Bin H. Timang Soewardoyo
Termohon
NoNama
1Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Malang, 4 Juli 2022

Kepada :

Yth. Ketua Pengadilan Negeri Blangpidie

Di –

Komplek Perkantoran, Mata Le, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya.

 

Perihal : PERMOHONAN PRA-PERADILAN

 

Dengan hormat,

Dipermaklumkan yang bertanda tangan dibawah ini, kami :

Nama                                               : YUNIZAR WAHYU TRISTANTO, S.H.

Jenis kelamin                                  : Laki-laki

Agama                                             : Islam

Warga negara                                : Indonesia

Alamat                                             : Jl. Satsui Tubun IV, Perum Garden Asri Blok A.13, Kebonsari, Sukun – Malang

Pekerjaan                                        : Advokat

Pendidikan                                      : S-1

No. Induk KTPA                             : 19.10.16.2720

Tanggal mulai berlakunya KTPA : 1 Januari 2022

Tanggal berakhirnya KTPA          : 31 Desember 2024

 

Nama                                               : ANNASER LUBIS B.R, S.H.

Jenis kelamin                                  : Laki-laki

Agama                                             : Islam

Warga negara                                : Indonesia

Alamat                                             : Jl. Satsui Tubun IV, Perum Garden Asri Blok A.13, Kebonsari, Sukun – Malang

Pekerjaan                                        : Advokat

Pendidikan                                      : S-1

No. Induk KTPA                             : 22.10129

Tanggal mulai berlakunya KTPA : 29 Maret 2022

Tanggal berakhirnya KTPA          : 31 Desember 2024

Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama

Keduanya, Advokat yang berkantor di Kantor Advokat

“ANNASER LUBIS  LAW OFFICE”

Jl. Satsui Tubun IV, Perum Garden Asri Blok A.13, Kebonsari, Sukun, Kota Malang;

 

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 Juni 2022, bertindak untuk dan atas kepentingan hukum klien kami,

TIMANG SOEWARDOYO

          Tempat, Tanggal Lahir            : Pati, 11 Juli 1995

          Alamat                                       : Jl. Ciwaruga No. 23, RT/RW: 002/003, Desa

                                                              Ciwaruga, Kec. Parongpong, Kab. Bandung Barat

          Pekerjaan                                 : Karyawan Swasta

          Agama                                       : Islam

          Jenis kelamin                            : Laki-Laki

          Warga Negara                          : Indonesia

Selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai : ----------------------------------------PEMOHON.

Bahwa PEMOHON mengajukan pemeriksaan Pra-Peradilan ini terhadap :

Kejaksaan Agung di Jakarta, CQ Kejaksaan Tinggi di Aceh CQ Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya Yang beralamat di Jl. Bukit Hijau No. 65 Komplek Perkantoran Blang Pidie, Kecamaten Blang Pidie, Kabupaten Aceh Barat Daya.

selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai : ----------------------------------------------- TERMOHON.

 

Atas Terbitnya :

 

SURAT PENETAPAN TERSANGKA

Nomor : R-10/I.1.28/Fd.I/06/2022 tertanggal 3 Juni 2022

Yang diterbitkan oleh TERMOHON

 

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab
X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP Jo. Bab VIII
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UUKPK), secara jelas dan tegas
dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum
(ic.Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi
terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-
wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara
tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi
setiap orang termasuk dalam hal ini PEMOHON. Menurut Luhut M.
Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik
dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang
menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya
menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah
harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.

Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83
KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah
tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah
sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi
administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya
tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau
penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.

Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80
KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui
sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah
untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau
penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai
ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan
tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam
KUHAP atau perundang-undangan lainnya.

Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan
bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan
peringatan :

Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan
hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada
ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu
menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-
wenang.
Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi
warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata
tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai
akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak
mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan
dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan
orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial
pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum
itu.
Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai
dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas
dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya
keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP
menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam
pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk TERMOHON sebagai salah satu institusi yang juga berhak
menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu
PEMOHON), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga
pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik
dalam batasan tertentu.

Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai
upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan
Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans
Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau
ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :

“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

c) “bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum
acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya
dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum
sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya
hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,
ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”

Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada
angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :

“...Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana
bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar
dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak
hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak
mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman
terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian
hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai
dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”.

Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan,
selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti
kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga
meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam
ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa :

Tersangka terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan
lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan,
Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau
hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang
Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan
penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang
dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat
martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah PEMOHON.
Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh TERMOHON menjadi objek
permohonan Praperadilan.

Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka
merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan.

Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015

Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

MENGADILI,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

Bahwa mendasari substansi pada poin 7 di atas maka PEMOHON menjelaskan
sebagai berikut :

Penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara
tindak pidana korupsi, lebih khusus lagi yang prosesnya dijalankan oleh TERMOHON, akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya
hak maupun harkat martabat seseorang in casu PEMOHON.
Bahwa dengan ditetapkannya seseorang menjadi Tersangka in casu
PEMOHON tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana
ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in
casu PEMOHON telah dirampas.
Tindakan lain yang dilakukan oleh TERMOHON menetapkan PEMOHON
sebagai Tersangka adalah cacat yuridis, hal tersebut merupakan pembunuhan karakter yang berdampak tercemarnya nama baik PEMOHON dan Keluarga PEMOHON.
Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON secara
sewenang-wenang kepada PEMOHON telah mengakibatkan kerugian baik
moril maupun materil.
Tindakan lain yang dilakukan oleh TERMOHON berupa pembeberan kepada
media massa secara Tendencius merupakan tindakan yang melanggar
azas presumption of innocence (praduga tak bersalah).

Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara
Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat
ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan TERMOHON tidak
boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga
peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan, yang dibentuk untuk
melindungi hak asasi seseorang (Tersangka) dari kesalahan/kesewenangan
yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya.

Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 ayat (1) :

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”.

Pasal 5 ayat (1) :

“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

FAKTA - FAKTA

Bahwa PEMOHON adalah Direktur Utama PT. Karya Generus Bangsa yang mengikuti tender pengadaan Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Pusat Industri Kreatif ABDYA (PIKA) pada Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan;

Bahwa PEMOHON status PEMOHON sebagai pemenang tender dilakukan dengan tahapan-tahapan yang legal dan timengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan;

Bahwa tender tersebut kemudian dituangkan dalam perjanjian kerjasama nomor 01/043/APBK/KOPDAG/2020 tertanggal 22 Oktober 2020 yang kemudian mengenai syarat-syarat teknis berdasarkan Perjanjian Kerjasama tersebut dituangkan dalam Syarat-Syarat Umun Kontrak (SSUK);

Bahwa berdasarkan Perjanjian Kerjasama dan Syarat-Syarat Umun Kontrak (SSUK) tersebut PEMOHON telah melakukan prestasi/kewajiban sesuai dengan spesifikasi dan waktu yang telah diperjanjikan;

Bahwa pada faktanya, PEMOHON melaksanakan proyek tentder tersebut sesuai dengan perjanjian Kerjasama a quo dan bahkan telah diserah terimakan kepada pihak Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan;

Bahwa berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 48.b/BAEP/Pokja Pemilihan/Abdya/2020 tertanggal 8 Oktober 2020, disebutkan sebagai berikut :

Pembukaan Penawaran dari 17 Peserta yang mendaftar terdapat 4 peserta yang memasukkan Dokumen Penawaran
Evaluasi Penawaran

Evaluasi Administrasi

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

3.

PT. Widya Solusi Utama

LULUS

4.

Tertanda Indonesia Globalindo

LULUS

 

Evaluasi Teknis

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

3.

PT. Widya Solusi Utama

TIDAK LULUS

4.

Tertanda Indonesia Globalindo

TIDAK LULUS

 

Evaluasi Harga

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

 

Bahwa berdasarkan Berita Hasil Pemilihan Nomor 48.b/BAHP/Pokja Pemilihan/Abdya/2020 tertanggal 13 Oktober 2020, disebutkan sebagai berikut :

Pembukaan Penawaran dari 17 Peserta yang mendaftar terdapat 4 peserta yang memasukkan Dokumen Penawaran
Evaluasi Penawaran

Evaluasi Administrasi

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

3.

PT. Widya Solusi Utama

LULUS

4.

Tertanda Indonesia Globalindo

LULUS

 

Evaluasi Teknis

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

3.

PT. Widya Solusi Utama

TIDAK LULUS

4.

Tertanda Indonesia Globalindo

TIDAK LULUS

 

Evaluasi Harga

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

 

Evaluasi Kualifikasi

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

3.

PT. Widya Solusi Utama

LULUS

4.

Tertanda Indonesia Globalindo

LULUS

 

Pembuktian Kualifikasi

No.

Nama Peserta

Hasil Evaluasi

1.

PT. Karya Generus Bangsa

LULUS

2.

CV. Ombak Visual Multimedia Group

LULUS

 

Bahwa setelah proses tender tersebut, PEMOHON dengan resmi dan sesuai aturan yang berlaku ditunjuk sebagai pemenang tender sebagaimana dalam Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Nomor : SPPBJ/24149740/KUKM-PERINDAG/APBK/2020 tertanggal 21 Oktober 2020;

Bahwa dari uraian tersebut PEMOHON telah mengikuti prosedur tender dengan baik dan benar serta tidak melanggar hukum, PEMOHON dinyatakan LULUS dalam setiap evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan, Bahkan berdasarkan hasil dari pemeriksaan Tenaga Ahli Pemeriksa Sistem Informasi Sdr. Adam Hendra Brata, S.Kom., M.T., M.Sc. yang dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Pusat Industri Kreatif ABDYA (PIKA) dalam Bab 3 Penutup disebutkan,

“berdasarkan pemeriksaan yang sudah dilakukan, maka diambil kesimpulan sebagai berikut :

Pemeriksaan Tokopika dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fitur aplikasi, pemeriksaan kode program dan diskusi dengan pihak dinas dan penyedia jasa.
Teknologi yang digunakan untuk membangun tokopika sudah sangat sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.
Aplikasi tokopika sebagai hasil dari Pembangunan Sistem Informasi Terpadu Pusat Industri Kreatif ABDYA (PIKA), telah dikembangkan sesuai dengan kontrak yang disepakati oleh pihak Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Barat Daya dan PT Karya Generus Bangsa.”

Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada PEMOHON, antara PEMOHON dengan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada unsur untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dan/atau korporasi, sehingga dengan demikian tidak tepat apabila PEMOHON oleh TERMOHON ditetapkan sebagai Tersangka Tindak Pidana Korupsi;

TENTANG HUKUMNYA

Termohon tidak memiliki kewenangan untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara

Bahwa pada faktanya Penyelidikan dimulai pada tanggal 10 Februari 2021 sebagaimana Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya No: Print-81/L.1.28/Fd.1.02/2021;

Bahwa atas Surat Perintah Penyelidikan tersebut Termohon menerbitkan surat Nomor : SP-32/L.1.28/Fd.1/02/2020 dan surat Nomor : SP-53/L.1.28/Fd.1/02/2021 tertanggal 23 Februari 2021 Perihal Permintaan Keterangan;

Bahwa pada faktanya penyidikan dimulai pada tanggal 25 Juni 2021 sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya No: Print-414/L.1.28/Fd.1/06/2021;

Bahwa TERMOHON  dalam mengeluarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : R-10/L.1.28/Fd.I/06/2022 tertanggal 3 Juni 2022,

PEMOHON disangkakan :

Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP
Pasal 3 Ayat Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP

Bahwa mengingat lamanya proses penyelidikan, penyidikan yag dilakukan oleh TERMOHON, hingga didaftarkannya Permohonan Pra-Peradilan ini tanggal 5 Juli 2022 (hampir satu setengah tahun lamanya!) terbukti bahwa TERMOHON mengalami kesulitan dalam menangani perkara a quo.

Pada faktanya Penyelidikan telah dimulai sejak Tanggal 10 Februari 2021 berdasarkan Surat Perintah penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya No: Print 81/L.1.28/FD.1.02/2021 tertanggal 10 Februari 2021

Maka perlu Kami sampaikan, apabila mengacu pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:

“Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung.”

Namun hingga kini TERMOHON tidak juga segera membentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung dan memaksakan untuk menangani kasus ini sendiri.

Bahwa penetapan tersangka  a quo  didasarkan pada Hasil Expose semata tanpa diikuti dengan hasil audit dari Lembaga audit yang berwenang! (Lihat Surat Penetapan tersangka bagian menimbang) Padahal terkait penetapan tersangka untuk Pasal 2 dan Pasal 3 UU UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi wajib terdapat kerugian negara!!

Bahwasannya TERMOHON tidak mampu untuk menyebutkan adanya kerugian negara terlebih dahulu SEBAB MEMANG TIDAK ADA HASIL AUDIT YANG MENERANGKAN TELAH TERJADI KERUGIAN NEGARA!! Satu pun tidak ada! Dan perlu dipertanyakan Kembali kepada TERMOHON berapa kerugian negara yang timbul dalam perkara ini dan didasarkan pada hasil audit Lembaga yang berwenang?!.

Senyatanya TERMOHONdalam mengeluarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : R-10/L.1.28/Fd.I/06/2022 tertanggal 3 Juni 2022 tidak didasarkan pada hasil audit Lembaga yang berwenang! Dan hanya berdasarkan hasil expose yang tentu dapat dikatakan masih subjektifitas dari pihak TERMOHON.

Bahwa kerugian negara adalah unsur yang paling penting untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusan bernomor 25/PUU-XIV/2016 amar putusannya yakni :

“Menyatakan kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menolak permohonan para PEMOHON untuk selain dan selebihnya;”

Dalam putusannya, Mahkamah menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor terkait penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materil). Tegasnya, unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam tipikor. Pencantuman kata ‘dapat’ membuat delik kedua pasal tersebut menjadi delik formil. Padahal, praktiknya sering disalahgunakan untuk menjangkau banyak perbuatan yang diduga merugikan keuangan negara termasuk kebijakan atau keputusan diskresi atau pelaksanaan asas freies ermessen yang bersifat mendesak dan belum ditemukan landasan hukumnya. Ini bisa berakibat terjadi kriminalisasi dengan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Bahwa  bahwa mengingat Laporan Hasil Ekspose merupakan suatu produk internal dari TERMOHON dan tentu berdasarkan subjektifitas TERMOHON semata!. Dalam perkara korupsi perlu pembuktian secara objektif untuk menentukan apakah terdapat kerugian negara atau tidak. Dalam hal ini diperlukan lembaga yang khusus diberikan wewenang untuk melakukan suatu audit untuk membantu TERMOHON dalam mengumpulkan suatu bukti-bukti, dimana hasil audit tersebut bersifat objektif;

Bahwa salah satu lembaga negara yang diberi wewenang untuk melakukan audit adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor : 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;

Pasal 3 huruf b :

pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/daerah”

Pasal 3 huruf e :

“pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dan/atau kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi”

Bahwa untuk menentukan kerugian negara Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara. Selengkapnya berbunyi:

“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara.”

Sehingga

Bahwa dengan demikian, TERMOHON telah keliru dan melakukan kesewenang-wenangan dalam penetapan PEMOHON sebagai tersangka karena hanya didasari pada subyektifitas TERMOHON tanpa adanya audit secara objektif oleh Lembaga yang berwenang dan pada faktanya dalam perkara ini Tidak Ada Hasil Audit BPKP dan/atau BPK Yang Menyatakan Adanya Kerugian Negara Dalam Perkara  A Quo!!

Oleh karena itu, penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON merupakan bentuk kesewenang-wenangan sehingga Mohon kepada Yth. Hakim Pra Peradilan dalam perkara ini untuk memutus penetapan tersangka tersebut dinyatakan tidak sah.

Kerjasama Antara Pemohon dengan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Merupakan Perbuatan Hukum Perdata.

Bahwa status Pemohon sebagai pemenang tender dilakukan dengan tahapan-tahapan yang legal dan telah mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan;

Bahwa Pemohon dengan resmi dan sesuai aturan yang berlaku ditunjuk sebagai pemenang tender sebagaimana dalam Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Nomor : SPPBJ/24149740/KUKM-PERINDAG/APBK/2020 tertanggal 21 Oktober 2020;

Perlu Kami sampaikan dalam Surat Perjanjian Nomor: 01/043/APBK/KOPDAG/2020 tanggal 22 Oktober 2020 tertanggal 22 Oktober 2020 angka 76 mengatur mengenai Penyesuaian Harga Satuan Serta Konrak Gabungan Lump Sum Dan Harga Satuan yang pada pokoknya menerangkan:

Harga yang tercantum dalam kontrak dapat berubah akibat adanya penyesuaian harga sesuai peraturan yang berlaku
Penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam kontrak awal/adendum

Sehingga dengan dasar tersebut, INSPEKTORAT melakukan pemeriksaan yang kemudian dikeluarkan LaporanHasil Pemeriksaan Kasus Kegiatan Pembangunan System Informasi Pusat Industry Kreatif Abdya (PIKA) Nomor: 04/LHP-KS/Inspektorat/2021 tanggal 29 Januari 2021;

Perlu Kami terangkan, hasil temuan dari Inspektorat Nomor: 04/LHP-KS/Inspektorat/2021 tanggal 29 Januari 2021 kemudian baru ditindak lanjuti oleh pihak PEMDA ACEH BARAT DAYA pada tanggal 1 Juli 2020 sebagaimana Surat Bupati Aceh Barat No.: 700/774/2021. Pada faktanya PEMOHON baru mengetahui adanya hasil temuan tersebut pada tanggal 1 Juli 2021 setelah 6 bulan lamanya!! Sebagaimana Surat Nomor 01/IND/2021 tertanggal 1 Juli 2021 yang pada pokoknya menerangkan agar PEMOHON segera menyetor dana kemahalan tersebut dengan rincian sebagai berikut:

Komponen Hardware dengan selisihj kemahalan harga sebesar Rp. 19.112.708,- (Sembilan belas juta serratus dua belas ribu tujuh ratus delapan rupiah)
Komponen jaringan dengan selisih kemahalan harga sebesar Rp. 11.654.985,- (Sebelas juta enam ratus lima puluh empat ribu Sembilan ratus delapan puluh lima rupiah)
Total kemahalan yang harus dilakukan penyetoran sebesar Rp. 30.767.693,-  (Tiga puluh juta tujuh ratus enam puluh tujuh ribu enam ratus Sembilan puluh tiga rupiah)

Dalam hal ini perlu dipertanyakan APA DASAR ALASANNYA hasil temuan tertanggal 29 Januari 2021 baru diberitahukan kepada PEMOHON pada tanggal 1 Juli 2021?!! Bahwasannya sulit mengatakan bahwa hal tersebut bukan suatu kesengajaan mengingat selama 6 bulan PEMOHON tidak diberikan informasi sama sekali terkait hasil temuan tersebut padahal PEMOHON selalu mengikuti prosedur tender sesuai dengan ketentuan yang ada dan bahkan telah diselesaikan dan diterima baik oleh pihak PEMDA ACEH BARAT DAYA.

Bahwa dengan adanya Surat Nomor 01/IND/2021 tertanggal 1 Juli 2021 yang dikeluarkan Dinas Koperasi Usaha Kecuil Menengah, Perindustrian Dan Perdagangan Pemda Aceh Barat Daya mengenai kewajiban PEMOHON untuk menyetorkan kemahalan biaya, tentunya sesuai prosedur, PEMOHON dengan  itikad baik langsung mengembalikan biaya kemahalan sebagaimana bukti pembayaran:

Tanda Bukti Pembayaran Nomor: 01/PPKK-LPAD/BP/2021 tertanggal 2 Juli 2021 nilai pengembalian Rp. 19.112.708,- (Sembilan belas juta serratus dua belas ribu tujuh ratus delapan rupiah)

Tanda Bukti Pembayaran Nomor: 02/PPKK-LPAD/BP/2021 tertanggal 2 Juli 2021 nilai pengembalian Rp. 11.654.985,- (Sebelas juta enam ratus lima puluh empat ribu Sembilan ratus delapan puluh lima rupiah)
Total yang sudah dilakukan penyetoran sebesar Rp. 30.767.693,-  (Tiga puluh juta tujuh ratus enam puluh tujuh ribu enam ratus Sembilan puluh tiga rupiah). Sesuai dengan hasil temuan yang diinformasikan oleh PEMDA ABDYA

Bahwa berdasar pada kenyataan tersebut, pemohon telah beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada unsur untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dan/atau korporasi, sehingga dengan demikian tidak tepat apabila PEMOHON oleh TERMOHON ditetapkan sebagai Tersangka Tindak Pidana Korupsi.

Berkaitan Biaya Kemahalan dari PEMDA ACEH BARAT DAYA diterima PEMOHON pada tanggal 1 Juli 2021 (Setelah terbitnya surat Penyidikan!!) yang mengakibatkan seolah olah PEMOHON tidak ingin memgembalikan biaya kemahalan tersebut pada saat proses penyelidikan padahal pada faktanya PEMOHON sangatlah kooperatif dan senyatanya langsung mengembalikan biaya kemahalan  tersebut!

Bahwasannya LaporanHasil Pemeriksaan Kasus Kegiatan Pembangunan System Informasi Pusat Industry Kreatif Abdya (PIKA) Nomor: 04/LHP-KS/Inspektorat/2021 tanggal 29 Januari 2021 namun PEMDA ACEH BARAT DAYA tidak langsung memberikan informasi kepada PEMOHON hingga proses penyidikan dimulai

Bahwa keterlambatan penyampaian dari PEMDA ACEH BARAT DAYA terkait hasil Laporan Inspektorat Nomor: 04/LHP-KS/Inspektorat/2021 tanggal 29 Januari 2021 adalah cacat prosedur mengingat dalam  

Pasal 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan berbunyi :

Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaan setelah hasil pemeriksaan diterima.
Tindak lanjut atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak lanjut yang dilampiri dengan dokumen pendukung
Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.

Jo. PERMENPAN Nomor 09 Tahun 2009 Point  E pada pokoknya menerangkan

Batas waktu pelaksanaan TLHP Fungsional oleh Pimpinan Unit Kerja pada auditi selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah LHP diterima.

Bahwa secara terang benderang PEMDA ACEH BARAT DAYA telah melanggar ketentuan tersebut diatas dimana  hasil temuan dari Inspektorat Nomor: 04/LHP-KS/Inspektorat/2021 tanggal 29 Januari 2021 kemudian baru ditindak lanjuti oleh pihak PEMDA ACEH BARAT DAYA pada tanggal 1 Juli 2020 sebagaimana Surat Bupati Aceh Barat No.: 700/774/2021. Pada faktanya  PEMDA ACEH BARAT DAYA memberitahukan kepada PEMOHON melalui Surat Nomor 01/IND/2021 tertanggal 1 Juli 2021 setelah 6 bulan lamanya (lebih dari 60 hari)!! Sejak hasil temuan Inspektorat;

Hal tersebut sangat merugikan kepentingan hukum PEMOHON untuk segera melakukan pengembalian biaya kemahalan yang tentunya bila segera diberitahukan kepada PEMOHON akan membuat perkara ini menjadi terang benderang!

Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Kesewenang-wenangan dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum

Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.

Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka hakim Pengadilan Negeri Blangpidie yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap PEMOHON dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

Dengan demikian, berdasarkan hal-hal yang telah PEMOHON uraikan diatas, maka sudah seawajarnya jika rangkaian tindakan TERMOHON sebagaimana dimaksud telah memenuhi syarat dan unsur-unsur untuk dapat dijadikan obyek dari permohonan Pra-Peradilan PEMOHON ini, khususnya tentang Sah Tidaknya Penangkapan, Sah Tidaknya Penggeledahan, Sah Tidaknya Penetapan Tersangka dan Sah Tidaknya Penyitaan. (Vide : Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:  a.   sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.” Vide : Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 yang menyebutkan “bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP adalah bertentangan dengan Undang-undang Dasar NRI 1945 sepanjang tidak termasuk penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan”).

Sehingga karenanya, wajar bila Hakim Pengadilan Negeri Blangpidie yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo menyatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Penangkapan, Penyitaan serta penetapan tersangka terhadap PEMOHON merupakan tindakan dan keputusan yang tidak sah dan batal demi hukum;

PETITUM.

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah seharusnya menurut hukum, mohon agar Pengadilan Negeri Blangpidie berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut:

Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pra-Peradilan PEMOHON untuk seluruhnya;

Menyatakan surat Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON sebagaimana Surat Penetapan Tersangka Nomor : R-10/L.1.28/Fd.I/06/2022 tertanggal 3 Juni 2022  tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : R-10/L.1.28/Fd.I/06/2022 tertanggal 3 Juni 2022 adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya Penyidikan perkara a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;

 

Memerintahkan TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya No: Print-414/L.1.28/Fd.1/06/2021 tertanggal 25 Juni 2021;

 

Memerintahkan TERMOHON untuk memulihkan nama baik PEMOHON sebagai warga Negara yang bersih dari riwayat permasalahan hukum;

 

Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara serta segala sesuatu yang timbul karena perkara a quo menurut ketentuan hukum yang berlaku;

 

Atau:

Apabila Yth. Hakim Pengadilan Negeri Blangpidie yang memeriksa Permohonan a quo memiliki pendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Hormat Kami

Kuasa Hukum PEMOHON PRA PERADILAN

 

 

YUNIZAR WAHYU TRISTANTO, S.H.

ANNASER LUBIS B.R, S.H.

 

Pihak Dipublikasikan Ya